Sejak tahun 1998, setelah bergantinya era Orde Baru ke era Reformasi organisasiorganisasi perempuan di seluruh Indonesia menggunakan ruang partisipasi yang terbuka untuk mendesakkan tuntutannya. Dokumen singkat ini menggambarkan bagaimana aktivis hak-hak perempuan menggunakan situasi politik di era reformasi untuk mempengaruhi perubahan kebijakan mengenai isu kekerasan terhadap perempuan dan pekerjaan rumah tangga. Kemajuan telah ditunjukkan karena kemampuan gerakan perempuan membangun aliansi yang meluas. Namun aliansi dan sinergi juga bisa melemah bila bertemu dengan kepentingan kelompok agama dan adat.
Menuntut Perubahan Kebijakan
Perubahan kebijakan seringkali merupakan hasil dari proses desakan pemenuhan tuntutan (claim‐making process) yang membutuhkan negosiasi yang terus‐menerus dan kompleks. Proses negosiasi mengenai rumusan permasalahan dan artikulasi tuntutan terjadi diantara para pihak yang menginisiasi dan memobilisasi tuntutan (aktor, inisiator atau pendukung) dan para pengambil kebijakan. Pada kasus perubahan kebijakan yang berkeadilan gender, aktor‐aktor yang ada termasuk berbagai organisasi perempuan dari berbagai latar belakang (keagamaan, akademisi, pendamping korban), organisasi masyarakat sipil lainnya, dan badan‐badan pemerintah.
Berbagai konteks sosial, budaya, agama dan politik mempengaruhi tingkat mobilisasi perempuan dan strategi mereka dalam melibatkan dan mendesak institusi negara. Di Indonesia setelah jatuhnya rejim Orde Baru yang dipimpin Presiden Suharto (1966‐1998) peralihan menuju demokrasi merupakan kesempatan emas bagi masyarakat sipil, termasuk organisasi perempuan dalam menggunakan mekanisme baru untuk berpartisipasi mempengaruhi politik kebijakan negara. Pada saat yang bersamaan, proses desentralisasi menuju otonomi yang lebih besar bagi provinsi dan kabupaten memicu demokratisasi di tingkat lokal. Sistem hukum plural yang kompleks, yang dianggap memberi ruang bagi penerapan hukum Islam dan adat bersamaan dengan kerangka hukum nasional (yang berakar pada hukum kolonial) seringkali menyebabkan kekompleksitasan baru proses mobilisasi peraturan perundangan yang berkeadilan gender di Indonesia.
Baca Juga :
3. Untuk keseluruhan laporan dalam diakses via link ini: http://www.unrisd.org/indonesiareport
sumber : www.unrisd.org