Support of selected local groups in exploring and developing strategies for asserting women’s land rights in diverse contexts
Original Schedule: March – November 2010
Project Objectives:
- Identification of local groups in selected contexts who are concerned with women’s land rights and who may be engaged in struggles over these rights;
- Joint exploration, analysis and evaluation of strategies;
- Further develop of strategies for greater effectiveness, particularly in relation to the development of women’s collective interest over land;
- Mutual learning between different groups from different contexts;
- A comparative compendium of strategies.
Semarak Cerlang Nusa – Consultancy, Research and Education for Social Transformation (SCN - CREST) dan The Institute for Women’s Empowerment (IWE)
Period of activities: April – August 2010 (including preparation on June-July 2009)
Reported: …. October 2010
IV. What have been the impacts or outcomes of these activities?
Aktivitas yang dilakukan periode Mei-Agustus tersebut di atas sangatlah penting khususnya proses identifikasi kelompok lokal sebagai awal dan perencanaan project. Untuk wilayah NTB misalnya pemilihan tokoh adat-agama-paralegal yang merupakan mitra kerja LBH APIK NTB digunakan sebagai ajang untuk menyatukan kembali para mitra LBH APIK NTB ini. Kesempatan ini juga digunakan untuk meningkatkan kapasitas dan keterampilan mereka.
Menurut Beauty Erawati (Direktur LBH APIK NTB) dalam kesempatan wawancara dengan Dini mengatakan bahwa sejak tahun 2000 LBH APIK NTB telah menjalin kerja sama dengan para tokoh adat dan tokoh agama pada isu Kesetaraan dan Keadilan Gender juga dalam isu ‘Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) merupakan Bentuk Kejahatan Pidana atau Kriminal’. Kini para tokoh agama dan adat ini telah memiliki pemahaman dan kesadaran mengenai kesetaraan Gender dan pemahaman sertakesadaran bahwa KDRT adalah merupakan tindak Pidana/kriminal. Saat ini mereka sering melakukan sosialisasi menyebarkan ide ini kepada masyarakat luas melalui aktivitasnya sehari-hari sesuai dengan profesi mereka sebagai tokoh agama/guru mengaji/guru di pesantren dan tokoh adat.
Lebih lanjut menurut Beauty, bahwa keterlibatan para tokoh adat-agama-paralegal ini diharapkan dapat meningkatkan kapasitas mereka khususnya pemahaman mereka tentang nilai-nilai agama-adat-hukum negara yang progresif dan berpihak kepada perempuan khususnya isu Hak Waris, Hak Waris Tanah, Hak Kepemilikan Tanah dan Hak kepemilikan Harta Benda lainnya. Sehingga diharapkan dapat menambah keterampilannya dalam melakukan sosialisasi menyebarkan isu ini kepada masyarakat lebih luas dan dapat membantu perempuan yang berkasus WIPR.
Pada saat target group mengikuti Lokakarya ‘Capacity Building dan Perencanaan Project WRRC-WIPR tim LBH APIK NTB’ tanggal 5 Juni 2010 ada komitmen yang mereka sampaikan yaitu komitmen untuk terlibat dalam project WIPR di NTB dan komitmen untuk membantu, mendukung dan mendampingi perempuan yang memiliki kasus WIPR.
Untuk mewujudkan komitmen tersebut mereka membentuk wadah yang diberi nama ‘Kelompok Silaturahmi Tokoh Adat-Agama-Paralegal Isu Hak Waris dan Hak Kepemilikan Tanah Perempuan’ tanggal 16 Agustus 2010 lalu. Komitmen yang mereka kemukakan adalah: Bersedia membantu dan berperan sebagai pendamping perempuan yang memiliki kasus WIPR, bantuan dan dampingan yang dimaksud adalah memberikan informasi tentang interpretasi progresif nilai-nilai adat-agama-hukum negara terkait dengan kasus WIPR; dan Bersedia mensosialisasikan interpretasi progresif nilai-nilai adatagama-hukum negara tersebut. Sosialisasi dilakukan oleh tokoh agama pada saat memberikan ceramah keagamaan dan pada saat memimpin pengajian; sedangkan sosialisasi yang akan dilakukan oleh tokoh adat pada saat memberikan ceramah dalam acara-acara adat. Mereka juga bersedia menyebarkan isu ini kepada para tokoh adat dan tokoh agama lain (diluar anggota kelompok) dengan cara membangun silaturahmi diantara mereka, hal ini dilakukan ketika mereka bertemu diantara sesama mereka. Artinya komitmen yang mereka maksudkan adalah keterlibatan mereka dalam project ini disesuaikan dengan kehidupan keseharian mereka dan tidak bermaksud menciptakan ‘profesi baru’ untuk mereka.
V. What have been the challenges? Did you have to change your implementation plan due to these challenges?
Tantangan yang ditemui saat ini dalam melaksanakan project adalah mempertahankan semangat para target group (penerima manfaat project), seperti yang disampaikan oleh Gusti Putu Ayu Chandry (Asisten koordinator WIPR wilayah NTB). Sama halnya dengan yang dialami oleh Juni Warlif (Alif), menurutnya tidak mudah mendorong perempuan untuk terus berjuang mendapatkan haknya. Bagi perempuan yang telah mengalami kasus bertahun-tahun misalnya, upaya yang dilakukan kadangkala dianggap tidak ada gunanya, seperti yang disampaikan oleh seorang perempuan target group project kepada Alif.
Upaya yang dilakukan oleh tim Padang dalam menghadapi tantangan ini adalah menjaga silaturahmi dan kontak dengan mereka, caranya komunikasi dilakukan terus menerus, tidak jarang Alif berkunjung ke rumah dan tempat tinggal mereka bercerita banyak hal tidak sekedar terkait dengan program ini. Dengan kata lain hubungan saling percaya coba untuk terus dibina. Sedangkan upaya yang dilakukan oleh tim SCN adalah tetap berkomunikasi dan berdiskusi dengan para asisten kordinator wilayah melalui berbagai cara (email, chat, telpon), juga tidak lupa untuk memberikan kontribusi informasi berupa bacaan-bacaan isu waris dan kepemilikan tanah perempuan.